7.12.2010
Sabtu, minggu kedua bulan Juli, sebetulnya saya tidak ada rencana untuk jelajah ke tempat-tempat tertentu, tapi kegiatan jadi lain karena si Non ingin mengajak saya ke Jombang untuk urusan keluarga, jadilah Sabtu itu berdua berangkat kesana.
Saya berangkat Surabaya pagi Jam 08.00 WIB, sengaja kita berangkat pagi dengan harapan nantinya sampai di Jombang hari mash siang dan jika terus kembali sampai di Surabaya hari masih sore.
Meski diperjalanan tidak bisa dikatakan lancar, karena arus lalu lintas jalan yang masih padat, maklum saptu, akhir pekan sepanjang jalanan banyak ditemui kendaraan, baik roda dua dan roda empat yang memadati jalan disana sini, sehingga mengakibatkan jalan tidak bisa lancar seperti yang kita harapkan.
jarak Surabaya - Jombang yang biasanya kami tempuh dengan paling lama 1,5 s.d 2 jam, kali ini tidak seperti biasanya, sampai di tujuan jam sudah menunjukkan jam setengah duabelas, jadi cukup lama juga rasanya.
Oh..ya ada yang ketinggalan sedikit, selama dalam perjalanan ke Jombang karena saya tidak meleati jalan besar Surabaya-Jombang tapi saya berbelok di daerah Mojowarno dan melewati kota kecil Mojowarno maka saya sempat untuk beberapa saat berhenti dan mengambil gambar bangunan Gereja yang ada di sisi kakan perjalanan saya, yang menurut saya bangunan ini termasuk bangunan kuno dan keberadaanya samopai sekarang gedung ini masih terlihat terawat dengan baik dan masih berfungsi dengan baik juga.
Selesai urusan di Jombang kami langsung pulang, saya tak ingin sampai di Surabaya malam, sebab ada kepentingan yang harus saya selesaikan di rumah.
Dalam perjalanan menuju pulang sampai di daerah trowulan saya langsung inget, bahwa saya dulu pernah jelajah di daerah ini yaitu Pusat Informasi Majapahit (PIM, sehingga menggugah keinginan saya untuk mengajak si Non untuk melihat PIM, sekalian akan saya teruskan ke beberpa tempat lagi yang masih ada di sekutar PIM tersebut.
Sampai di PIM, suasana sepi dan tak banyak pengunjung, hanya ada beberapa rombongan kecil dari keluarga yang siang itu ada disana, dan yang membuat saya agak kecewa, ruang meseum disan tutup, menurut seorang penjaga memang kalau hari minggu/libur museum yang ada tutup, padahal menurut hemat saya, seharusnya pada hari libur/Minggu tersebut dibuka, sebab pada biasanya pada hari libur/Minggu itu banyak orang yang berlibur, dan salah satunya ada yang mengunjungi PIM, jadinya kalau tutup ya agak kecewa juga.
namun kekecewaan saya agk terobati, meski museum Trowulan ditutup tapi kami berdua masih bisa menikmati artefap yang lain yang ada di pendopo belakang museum dan bisa melihat beberapa sisa penggalian yang ada di sisi Timur PIM.
Selesai menikmati keindahan artefak dan patung-patung peninggalan kerajaan Majapahit kami langsung ingat meninggalkan tempat itu dan saya langsung ingat bahwa didekat PIM ini beberapa situs / candi peninggalan jaman Majapahit juga, salah satunya yang ingin saya jelajahi adalah Candi Tikus, karena dalam jelajah saya yang dulu, karena keterbatasan transportasi dan waktu saya harus mengurungkan niatnya untuk menengok candi ini yang sebetulnya jaraknya tak terlalu jauh, tapi tak kesampaian.
Candi Tikus ini terletak di Desa Temon, Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto juga, jadi kira-kira 2 km dari Pusat Informasi Majapahit (PIM).
Seperti wisata-wisata candi yang lain, di tempat ini tampaknya juga sepi pengunjung, hanya ada beberapa kelompok pengunjung yang rata-rata masih remaja dan ada beberapa ada anak-anak, mereka sudah ada sebelum kami datang.
Udara disini panas dan dalam perjalanan tadi berdebu, sebelum saya masuk ke lokasi kami disodori buku tamu oleh petugas, dan setelah saya isi dan memberikan sedikit uang jaga, kami langsung menuju ke candi, kami terus berputar-putar di sekitar candi itu dan yang membuat hati ini agak jengkel [ padahal saya tak punya hak untuk jengkel ] yaitu saya melihata beberapa pengunjung, anak-anak muda yang befoto ria sambil berdiri di atas struktur candi yang paling atas, saya berfikir ini candi yang memiliki nilai sejarah tinggi kok enaknya dinaiki dan dibuat se enaknya, lha kalau semua pengunjung seperti ini apa tak bakalan cepet rusak candi ini, makanya ketika saya berputar ke arah pengunjung adi saya sempat untuk memberitahu mereka untuk turun dari sana, dan mereka menuruti meski saya merasakan mereka menggerutu pada omongan saya, ah.....mana ada urus, dari pada mereka berbuat itu.
lihat foto diatas, apakah saudara lihat anak-anak muda berfoto ria diatas candi itu ? gimana komentar pembaca dan apakah sependapat dengan saya ?
baik saya teruskan ceritanya :
Lokasi candi ini menurut saya tergolong tidak begitu luas dan terasa bersih terawat, sehingga kita bisa nyaman dan tidak begitu panas karena disana sini tumbuh pohon rindang bisa untuk berteduh, dan tentu banyak penjual makanan dan minuman ringan disana, hanya saja pengunjungnya sepi, padahal hari itu hari libur, seharusnya banyak pengunjung yang menikmati selagi libur, tapi malah sebaliknya, seperti yang saya temui di lokasi sebelumnya [PIM], disana juga sepi pengunjung.
Menurut ceritanya, candi ini ditemukan pada tahun 1914, oleh penduduk sekitar secara tidak sengaja, sebab menurut cerita penemuannya dulunya merupakan gu dukan tanah dan tempat pemakaman penduduk sekitar. Pada waktu itu didaerah tersebut diserang hama tikus, yang mengakibatkan penduduk sawahnya banyak yang gagal panen, maka secara mufakat penduduk setempat mengadakan pencarian sarang tikus, dan dalam pencarian sarang tikus itu ditemukan terminatur candi, kemudian oleh penduduk penemuan ini dilaporkan kepada Bupati Mojokerto waktu itu yaitu ; R.A. Kromodjojo Adinegoro dan atas ijin Dinas Kepurbakalaan dan pada tahun 1916 pemugaran selesai yang menampakkan seluruh bangunan candi.
Bangunan ini merupakan bangunan bujur sangkar dengan ukuran 22,5 m X 22,5 m dan terletak dikedalaman 3,5 m dari permukaan tanah.
Mengenai fungsi candi tersebut bekum banyak diketahui secara pasti, tetapi menurut bentuknya bangunan ini merupakan bangunan pemandian suci, jika kita melihat lebih dekat candi ini mirip dengan gunung Mahameru yang ada di India, maka memberi kesan bahwa bangunan ini merupakan tempat suci, seperti kesucian Mahameru tersebut.
Pada masa pemerintahan Belanda candi ini pernah dipugar, tetapi tidak ada laporannya secara rinci, tetapi banyak bukti antara lain, pemasangan kembali menara induk dan pembuatan gorong-gorong. an pada tahun 1984/1985 sampai dengan tahun 1988/1989 dipugar kembali oleh Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, dengan diperluas area candi terseut, dan pemugaran dinyatakan selesai dan diresmikan pada tanggal 21-9-1989 oleh Dirjenhub Dept. Pendidikan dan Kebudayaan dengan hasil seperti yang sekarang kita lihat.