Bangunan Kuno bergaya Empire, dimanakah ku temukan itu ( 2 )

7.26.2010

Setelah dalam tulisan yang terdahulu sudah membahas dua bangunan yang memiliki gaya Empire yaitu gedung Negara Grahadi dan Gedung Kantor Pertanahan, berikut ini saya tulis satu lagi gedung yang ada di Surabaya yang memiliki gaya tersebut yaitu : Gedung H.M. Sampoerna
Bangunan yang sampai sekarang masih berfungsi dengan baik ini populer dengan nama museum House of Sampoerna ( HoS) yang terletak di Jalan Taman Sampoerna No. 6, Surabaya.
Seperti pada bangunan-bangunan yang lain yang memiliki ciri yang demikian, bangunan ini juga memiliki cirinya pada 4 tiang pilar yang ada didepan bangunan ini.
Selain pilar yang ada, kita juga melihat ciri khas yang lain yang ada seperti, pintu dan jendela ventilasi yang tinggi tersebut makin mempertegas keberadaannya sebagai banguan kolonial Belanda yang ber ciri khas Empire.
Menurut informasinya bangunan ini dulu didirikan oleh Jangens-Weezen-Inrichting atau yayasan panti asuhan yatim piatu pada tahun 1864.
Dan pada tahun 1932 bangunan ini dibeli oleh Liem Seeng Tee, pendiri Sampoerna dan dijadikanlah bangunan ini sebagai pabrik rokok Sampoerna yang pertama di Indonesia dan, melahirkan rokok kretek yang legendaris dengan merk Djie Sam Soe ( 234 ).
Itulah beberapa bangunan yang menurut penulis masih banyak lagi bangunan yang ada di Surabaya yang memiliki gaya Empire. Namun setidaknya dari sedikit yang telah saya tulis di bagian 1 dan 2 dapat menjadi catatan yang berguna bagi para penyuka bangungan kuno yang ada di kota pahlawan ini.

Masih di Kawasan Surabaya Lama

7.16.2010

Bangunan ini dulunya adalah gedung Syahbandar dalam masa silam, dan kini bagunan ini tanpak seperti bangunan lawas yang tak terawat, sungguh jika ini masih dirawat dengan baik mungkin, akan menjadi sebuah bangunan yang menarik untuk dijadikan ikon wisata di Surabaya.

Bangunan ini berada tidak jauh daritempat saya tinggal, tepatnya di Jl. Peneleh, sehingga setiap kali saya melewati jalan ini pastilah saya bisa dengan mudah melihat bangunan yang ada di sisi kiri jalan yang ada pinggir sungai Kalimas tersebut.
Melihat dari bangunan yang ada di sekitar jalan ini, kelihatannya hanya bangunan ini yang memiliki ciri yang unik yang tidak ada di bangunan sekitarnya, dan bentuk bangunan ini biasanya tergolong bangunan tua, karena saya penasaran dan sangat tertarik dengan bangunan yang kelihatan tidak terawat ini maka saya abadikan lewat foto saya, barangkali ada yang memiliki cerita dibalik bangunan yang terkesan lawas dan lain daripada yang lain ini.

Bangunan yang ada di jalan Undaan Kulon no. 7 ini adalah bangunan kuno juga, melihat dari bentuknya dan cerita dalam tulisan-tulisan yang pernah saya baca mengisahkan bahwa bangunan ini dahulunya adalah merupakan bangunan yang berfungsi sebagai bangunan panti werdha seperti sekarang ini, dan ketika saya menyaksikan lebih dekat untuk saya foto ternyata bangunan ini masih berfungsi seperti semula dan menampakkan kebersihan dari lokasi ini.

Bangunan yang satu ini letaknya persis ada disamping sebelah utara dari gedung panti werdha yang fotonya ada dia atasnya.
Banguna ini ternyata juga merupakan bangunan kuno peninggalan jaman Belanda, dimana bangunan ini juga masih berfungsi seperti pertama bangunan ini didirikan, yaitu sebagai gedung panti asuhan.
Sepeti bangunan yang ada di sebelahnya, bangunan ini juga masih terlihat bersih dan terawat.

Candi Tikus, Ke elokan yang terpendam

7.12.2010

Sabtu, minggu kedua bulan Juli, sebetulnya saya tidak ada rencana untuk jelajah ke tempat-tempat tertentu, tapi kegiatan jadi lain karena si Non ingin mengajak saya ke Jombang untuk urusan keluarga, jadilah Sabtu itu berdua berangkat kesana.
Saya berangkat Surabaya pagi Jam 08.00 WIB, sengaja kita berangkat pagi dengan harapan nantinya sampai di Jombang hari mash siang dan jika terus kembali sampai di Surabaya hari masih sore.
Meski diperjalanan tidak bisa dikatakan lancar, karena arus lalu lintas jalan yang masih padat, maklum saptu, akhir pekan sepanjang jalanan banyak ditemui kendaraan, baik roda dua dan roda empat yang memadati jalan disana sini, sehingga mengakibatkan jalan tidak bisa lancar seperti yang kita harapkan.
jarak Surabaya - Jombang yang biasanya kami tempuh dengan paling lama 1,5 s.d 2 jam, kali ini tidak seperti biasanya, sampai di tujuan jam sudah menunjukkan jam setengah duabelas, jadi cukup lama juga rasanya.
Oh..ya ada yang ketinggalan sedikit, selama dalam perjalanan ke Jombang karena saya tidak meleati jalan besar Surabaya-Jombang tapi saya berbelok di daerah Mojowarno dan melewati kota kecil Mojowarno maka saya sempat untuk beberapa saat berhenti dan mengambil gambar bangunan Gereja yang ada di sisi kakan perjalanan saya, yang menurut saya bangunan ini termasuk bangunan kuno dan keberadaanya samopai sekarang gedung ini masih terlihat terawat dengan baik dan masih berfungsi dengan baik juga.
Selesai urusan di Jombang kami langsung pulang, saya tak ingin sampai di Surabaya malam, sebab ada kepentingan yang harus saya selesaikan di rumah.
Dalam perjalanan menuju pulang sampai di daerah trowulan saya langsung inget, bahwa saya dulu pernah jelajah di daerah ini yaitu Pusat Informasi Majapahit (PIM, sehingga menggugah keinginan saya untuk mengajak si Non untuk melihat PIM, sekalian akan saya teruskan ke beberpa tempat lagi yang masih ada di sekutar PIM tersebut.
Sampai di PIM, suasana sepi dan tak banyak pengunjung, hanya ada beberapa rombongan kecil dari keluarga yang siang itu ada disana, dan yang membuat saya agak kecewa, ruang meseum disan tutup, menurut seorang penjaga memang kalau hari minggu/libur museum yang ada tutup, padahal menurut hemat saya, seharusnya pada hari libur/Minggu tersebut dibuka, sebab pada biasanya pada hari libur/Minggu itu banyak orang yang berlibur, dan salah satunya ada yang mengunjungi PIM, jadinya kalau tutup ya agak kecewa juga.
namun kekecewaan saya agk terobati, meski museum Trowulan ditutup tapi kami berdua masih bisa menikmati artefap yang lain yang ada di pendopo belakang museum dan bisa melihat beberapa sisa penggalian yang ada di sisi Timur PIM.

Selesai menikmati keindahan artefak dan patung-patung peninggalan kerajaan Majapahit kami langsung ingat meninggalkan tempat itu dan saya langsung ingat bahwa didekat PIM ini beberapa situs / candi peninggalan jaman Majapahit juga, salah satunya yang ingin saya jelajahi adalah Candi Tikus, karena dalam jelajah saya yang dulu, karena keterbatasan transportasi dan waktu saya harus mengurungkan niatnya untuk menengok candi ini yang sebetulnya jaraknya tak terlalu jauh, tapi tak kesampaian.
Candi Tikus ini terletak di Desa Temon, Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto juga, jadi kira-kira 2 km dari Pusat Informasi Majapahit (PIM).
Seperti wisata-wisata candi yang lain, di tempat ini tampaknya juga sepi pengunjung, hanya ada beberapa kelompok pengunjung yang rata-rata masih remaja dan ada beberapa ada anak-anak, mereka sudah ada sebelum kami datang.
Udara disini panas dan dalam perjalanan tadi berdebu, sebelum saya masuk ke lokasi kami disodori buku tamu oleh petugas, dan setelah saya isi dan memberikan sedikit uang jaga, kami langsung menuju ke candi, kami terus berputar-putar di sekitar candi itu dan yang membuat hati ini agak jengkel [ padahal saya tak punya hak untuk jengkel ] yaitu saya melihata beberapa pengunjung, anak-anak muda yang befoto ria sambil berdiri di atas struktur candi yang paling atas, saya berfikir ini candi yang memiliki nilai sejarah tinggi kok enaknya dinaiki dan dibuat se enaknya, lha kalau semua pengunjung seperti ini apa tak bakalan cepet rusak candi ini, makanya ketika saya berputar ke arah pengunjung adi saya sempat untuk memberitahu mereka untuk turun dari sana, dan mereka menuruti meski saya merasakan mereka menggerutu pada omongan saya, ah.....mana ada urus, dari pada mereka berbuat itu.

lihat foto diatas, apakah saudara lihat anak-anak muda berfoto ria diatas candi itu ? gimana komentar pembaca dan apakah sependapat dengan saya ?
baik saya teruskan ceritanya :
Lokasi candi ini menurut saya tergolong tidak begitu luas dan terasa bersih terawat, sehingga kita bisa nyaman dan tidak begitu panas karena disana sini tumbuh pohon rindang bisa untuk berteduh, dan tentu banyak penjual makanan dan minuman ringan disana, hanya saja pengunjungnya sepi, padahal hari itu hari libur, seharusnya banyak pengunjung yang menikmati selagi libur, tapi malah sebaliknya, seperti yang saya temui di lokasi sebelumnya [PIM], disana juga sepi pengunjung.
Menurut ceritanya, candi ini ditemukan pada tahun 1914, oleh penduduk sekitar secara tidak sengaja, sebab menurut cerita penemuannya dulunya merupakan gu dukan tanah dan tempat pemakaman penduduk sekitar. Pada waktu itu didaerah tersebut diserang hama tikus, yang mengakibatkan penduduk sawahnya banyak yang gagal panen, maka secara mufakat penduduk setempat mengadakan pencarian sarang tikus, dan dalam pencarian sarang tikus itu ditemukan terminatur candi, kemudian oleh penduduk penemuan ini dilaporkan kepada Bupati Mojokerto waktu itu yaitu ; R.A. Kromodjojo Adinegoro dan atas ijin Dinas Kepurbakalaan dan pada tahun 1916 pemugaran selesai yang menampakkan seluruh bangunan candi.
Bangunan ini merupakan bangunan bujur sangkar dengan ukuran 22,5 m X 22,5 m dan terletak dikedalaman 3,5 m dari permukaan tanah.

Mengenai fungsi candi tersebut bekum banyak diketahui secara pasti, tetapi menurut bentuknya bangunan ini merupakan bangunan pemandian suci, jika kita melihat lebih dekat candi ini mirip dengan gunung Mahameru yang ada di India, maka memberi kesan bahwa bangunan ini merupakan tempat suci, seperti kesucian Mahameru tersebut.
Pada masa pemerintahan Belanda candi ini pernah dipugar, tetapi tidak ada laporannya secara rinci, tetapi banyak bukti antara lain, pemasangan kembali menara induk dan pembuatan gorong-gorong. an pada tahun 1984/1985 sampai dengan tahun 1988/1989 dipugar kembali oleh Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, dengan diperluas area candi terseut, dan pemugaran dinyatakan selesai dan diresmikan pada tanggal 21-9-1989 oleh Dirjenhub Dept. Pendidikan dan Kebudayaan dengan hasil seperti yang sekarang kita lihat.

Menyeruak lebih dalam Hotel Majapahit - Surabaya

5.23.2010



Jika anda memasuki Hotel majapahit-Surabaya dan masuk lebih kedalam anda akan menemukan beberapa kamar disisini kakan dan kiri banguan lama ini, dan cobalah anda untuk duduk didepan salah satu kursi teras yang ada di depan kamar yang ada di sebelah Timur, menataplah kedepan, maka anda akan mendapatkan pemandangan seperti foto diatas, terlihat bersih, sejuk dan asri, sungguh dambaan hati yang sedang ingin menikmati suasana yang sepi dan mendayu-dayu, sunguh suasana yang tenang dan teduh merasuk ke seluruh relung tubuh lelah ini.

Dan ketika saya menyusuri lorong-lorong kamar yang ada di hotel ini, saya tertarik dengan ornamen ukiran yang ada disetiap sandaran kursi teras di muka kamar.Saya yakin bahwa kursi-kursi inipun sebetulnya memiliki sejarah seirama dengan sejarah hotel itu sendiri, menemani keberadaan para tamu yang berkesempatan menginap di hotel yang dibangun sejak 1 Juni 1910.


Menyusuri tiap lorong-lorong yang ada didalam hotel ini sungguh anda seolah merasakan anda berjalan dalam ruang yang jauh dan sepi, suasana ini tercipta lantaran selama kita menyusuri lorong ini relatif sangatlat panjang dan kiri kanannya dalam suasana yang sama, dan ketika saya mencoba mengabadikan lewat foto, saya menemukan keindahan sebuah lorong yang sepi dan panjang ini.

 
Ada yang manarik dari penyeruakan saya di lorong-lorong hotel tua ini, oleh sahabat saya diberi tahu salah satu kamar yang dahulunya pernah ditempati oleh Jendral Malaby, jendral yang saat itu menjadi komando perang dasyat di kota Pahlawan ini, antara tentara Belanda dengan arek-arek Suroboyo yang gagah berani, dan oleh siapa [ sampai kini belum diketahui] jendral ini mati terbuhuh di daerah Jembatan Merah itu.

Satu lagi sebelum saya meninggalkan hotel ini untuk melanjutkan perjalanan ini saya, sempat masuk ke toilet yang ada di tengah lorong sebelah timur, dan menemukan peralatan urinoir yang sangat spesifik, antik dan menarik, sungguh saya merasa nyaman dan enak ketika saya menggunakan tempat kecing ini.
Meyusuri seluruh sudit-sudut hotel yang dulunya bernama Hotel Oranje ini dalam wakt satu jam, sangatlah kurang dibanding dengan keinginan tahuan saya pada sudt-sudt yang lain yang saya yakin masih belum saya jelajahi hari itu, tapi saya yakin bahwa saya dilain waktu akan kembali menghabiskan waktu untuk menjelajahi kembali hotel bintang lima ini.

Beberapa sudut Soerabaia dalam kenangan lama........

5.04.2010

Daerah ini menurut keterangan yang ada di foto ini adalah daerah Kayon, nampak disana adalah jembatan kayoo yang menjadi pratanda daerah ini.
Melihat fotonya dipastikan ini kayon dulunya merupakan daerah pinggir sungai yang masih sepi, lihat saja kiri kanan sungai, masih sepi dari bangunan yang ada, dan lihat di pojok jembatan terdapat satu bangunan, entah banguna  apa itu, saya sendiri tak mendapatkan data perihal itu. dan yang sekarang nampak beda adalah bahwa bibir sungai masih berupa tanah, belum diberi dinding seperti sekarang ini dan tentu masih dengan lebatnya pohon-pohon yang rindang di sisi kiri kanannya.


Foto diatas tentunya masyarakat luas pastilah akan mengenalnya, apalagi  bangunan yang ada dalam foto ini masih ada dan masih dipergunakan sebagai hotel, yakni hotel Majopahit yang dulunya bernama hotel Oranje, bahkan hotel ini telah menjadi hotel berbintang dan berkelas yang ada di Jl. Tunjungan-Surabaya.

Jembatan Cantian Surabaya, diliat dari foto yang kita dapat bentuknya masih sederhana, kanan kiri masih sedikit bangunan disana, tentu lain dengan keadaan sekarang, tapi setidaknya melihat foto ini kita akan segera membayangkan keadaan masa lampau sebuah lingkungan yang sudah sangat berubah dari jamannya.

Perlimaan di Jl. Bubutan ini masih seperti itu keberadaannya, hanya tentu sekarang bentuknya tidak seperti apa yang ada dalam foto ini, gedung yang nampak dalam foto itupun saya kira masih ada, hanya saja gedung itu sudah tertutup dengan besarnya papan reklame, apakah anda masih hafal kira-kira foto ini diambil dari sudut mana ?

Melihat foto ini saya bingung, antara iya atau tidak, apakah foto diatas adalah foto hotel Mojopahit ? saya sendiri ragu atau malah kalau tidak mau disebut ndeso.
Dilihat dari catatan yang ada dibawah foto itu yakin bahwa bangunan tersebut adalah hotel Tunjungan itu, tapi apakah dulu sebelum menjadi sekarang itu, bangunannya seperti dalam foto itu ? saya sendiri tak dapat catatannya.

Ini juga jembatan Cantikan, diambil dari sudut yang mana lagi ya dibanding dengan foto yang pertama tadi ?

nb: 
semua foto saya dapatkan dari toko Mirota Jl. Raya Gubeng
dan saya scan.

Beberapa sudut Soerabaia lama

4.26.2010






PENELEH, kemegahan makam yang kini terlantar.

3.24.2010


Makam Belanda dimanapun berada pastilah merupakan bentuk bangunan yang kuno dan memiliki nilai kekunoan yang baik dan karena keberadaanya yang sudah lumayan tua, sehingga membuat beberapa makam Belanda ini akan terlihat sangat menawan.
namun disini lain banyak makam-makam Belanda peninggalan jaman kuno, nampak tidak terawat dan malah terkesan sangat memprihatinkan, seperti contoh makam yang ada di pusat kota Surabaya ini, MAKAM PENELEH.






















 
 
Itulah beberapa bagian makam yang sempat saya foto di beberapa sudutnya, mengunjungi makam ini sebetulnya ingin dapat menikmati sebuah peradaban masa lampau yang megah, ternyata tidak demikian yang kudapat, hanya sebuah sisa-sia bangunan kuno yang nyaris tak bergeming akan sebuah kerja yang perlu untuk dibenahi, agar dapat diwujudkan sebuah pemahaman bahwa benda atau bangunan kuno layaknya dijaga dan dipelihara dengan baik untuk sebuah peninggalan sejarah, sebab bangsa akan tercabut dari akarnya jika bangsa itu sendiri tak bisa menghargai sejarahnya.

Menikmati bangunan lama, menumpahkan rinduku.

3.11.2010

Pernah suatu pagi saya sedang libur sendirian, bingung mau dibawa kemana mata ini, dan akhirnya dalam pikiran saya teringat bahwa, pernah bahkan bisa dikatan sering melintas di jalan sekitar pasar ikan Pabean saya sempat menyaksikan bebrapa bangunan yang boleh saya katakan kuno, dan seketika itu pula lansung saya ingin melihat-lihat kembali beberapa bangunan yang ada disekitar daerah itu. 
Karena posisi tempat tinggal kami ada di tengah sedang tempat yang kami tuju ada disini selatan Surabaya maka, tentu akan melewati jalan Dukuh, dan di daerah ini saya sempat tertarik dengan salah jajaran gedung yang ada disisi kanan jalan ini tepatnya di Jl. Dukuh no. 32 A, gedung ini menurut saya jelas bangunan kuno namun sayang, seperti bangunan tempat tinggal kuno yang lainnya, bangunan ini tampak tidak terawat dan kondisinya sangat memprihatinkan, padahal saya yakin jika bangunan ini dipelihara akan terlihat sangat bagus dan tentu juga merupakan usaha melestarikan peninggalan bangunan kuno yang ada di kota ini.
Selain bangunan lama yang ada di jalan Dukuh itu saya juga sempat juga melihat satu bangunan yang menurut hemat saya tergolong aneh, mengapa ? kita mengetahui bahwa disekitar daerah Pasar Pabean, disana lingkungannya adalah mayoritas beragama Islam, hal ini bisa kita buktikan dengan banyaknya pedagang yang memiliki ciri khas Etnis Arab,  yang nota bene adalah pemeluk Agama Islam, tapi setelah kita akan meninggalkan pasar Pabean dan melewati Jalan Panggung disana kita akan menyaksikan satu bangunan yang warnanya lain dari warna yang ada di sekitarnya, dan yang menjadikan saya heran bahwa ternyata bangunan itu adalah sebuah gereja yang menurut hemat kami masih difungsikan keberadaannya.
Gereja Bethel, menilik bangunannya gedung ini juga masih merupakan gedung tua, tapi karena masih difungsikan maka jika dibandingkan dengan gedung-gedung yang lain yang ada disekitarnya, gedung ini masih terlihat terawat.

Setelah melewati jalan Panggung, saya tidak langsung ke arah utara untuk pulang tapi, saya langsung berpitar haluan dan langsung berjalan menyusuri jalan disamping sungai Kalimas yang legendaris ini, persis di sisi utara Jembatan Merah untuk menuju ke kawasan  Surabaya Utara yang lain.
Menyusuri jalan ini selain sering aku lakukan tetapi ada satu hal yang terlewatkan yaitu, bahwa di jalan ini terpasang rel kereta api, saya terus bertanya-tanya dalam hati, apakah rel KA ini keberadaanya memang sudah lama ada atau baru-baru saja, tapi melihatnya saya yakin kalau jalan KA ini termasuk kuno, tapi saya sendiri juga tak yakin sebab selama ini saya tak pernah membaca tulisan - tulisan tentang keberadaan rel KA yang ada di sisi timur jalan Kalimas ini, dan mungkin dikesempatan lain saya dapatkan data sebuah rel yang melintang dari utara ke selatan.
Menghabiskan jalan menyusuri samping Kalimas ke utara langsung perjalanan aku teruskan lagi dan mendekati dermaga Ujung Perak.
Disini sekali lagi saya mencoba mendatangi bangunan cagar budaya kemablai yaitu Kantor Administrator Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya atau lebih dikenal dengan sebutan MENARA SYAHBANDAR, yang lokasi persisnya ada disamping dermaga ujung itu tepatnya di Jl. Kalimas Baru No. 194.
 
Bangunan ini berada persis disamping gedung administrasi Syahbandar Surabaya, dimana pada tahun 1945 bangunan yang bercat putih ini pernah digunakan sebagai markas Serikat Pelayaran Indonesia ( SPI ) yang kemudian tergabung dalam BKR Laut.
Selesai menikmati gedung di daerah Perak ini saya langsung kembali ke arah kota dan seperti biasa saya akan melewati jalan Rajawali yang penuh dengan bangunan-bangunan lawas peninggalan jaman Belanda.
Dan sebelum sampai di ujung jalan Rajawali saya terus belok kekanan dan tiba-tiba saya ingat akan suatu bangunan yang belum pernah saya jelajahi tetapi malah sudah dijelajahi oleh sahabat belum lihat bangunan ini adalah gedung yang merupakan PABRIK LIMOEN yang sudah tergolong lama bernama " J.C. van DRONGELEN HELLFACH " yang berada di Jl. Mliwis No. 5, Surabaya.
Menilik bangunan pabrik limun yang ada di sini dan bangunan-bangunan yang ada disekitarnya, kita sudah bisa mengira bahwa, disini masih terdapat banyak bangunan yang bersejarah yang patuh kita lestarikan, seperti contoh bangunan yang ada di samping pabrik limun tersebut, bangunan ini juga menampakkan usianya yang sudah tua juga, dan tentunya bangunan-bangunan lain yang ada disekitarnya.
Itulah beberapa bangunan yang sempat saya singgahi di jelajah kuno pagi itu yang berakhir hingga pada siang harinya.
Tak terasa bahwa hari itu menjadi hari yang menyenangkan bagi saya karena ternyata saya bolehlah menumpahkan rinduku pada bangunan-bangunan kuno klangenanku.

Memorabilia kota Magelang Jilid 1

2.24.2010

Sudah lama saya meninggalkan kota Magelang, begitu banyak kenangan-kenangan masa kecil saya yang tumbuh dan berkembang hingga dewasa yang ada dalam diri ini, banyak bermacam-macam kenangan yang masih menempel lekat dalam pikiran saya, mulai dari dinginnya kota Magelang sewaktu kecil itu yang sekarang setelah dewasa dinginnya kota yang berada di engah-tengah 5 gunung ini sudah jarang saya merasakan lagi, sekarang Magelang juga panas dan sedikit sumpek di jalur-jalur utama jalannya, sehingga hampir sama saja saya berada di kota besar dengan kota tempat lahir saya ini, hanya mungkin kalau malam menjelang, Magelang tampak sepi disana sini, bahkan saya kalau ingin mencari tempat kermaian harus berputar-putar kesana kemari hanya untuk mencari segerombolan orang yang sedang santai menikmati dinginnya malam hanya sekedar berharap bisa ketemu dengan orang-orang yang barangkali saya kenal kemudian ikut nimbrung cangkrukan, menghabiskan dinginnya malam di kota ini, namun setelah keliling kesana kemari akhirnya tidak ketemu juga dan pasti terakhir saya harus ke tengah kota, di alun-alun ini biasanya masih ditemukan keramaian sebagian masyarakat kota Magelang demi menghabiskan malamnya.
Meninggalkan kota Magelang seakan masih banyak kenangan-kenangan yang harus di ingat hanya untuk sekadar memuaskan keklangenan dan rasa rindu yang amat dalam pada seluruh kenangan yang ada di kota ini, dan tak terasa dalam perjalan menyusuri kenangan ini saya masih menemukan beberapa memorabilia yang masih segar dalam ingatan saya, sebut saja GEDUNG BUNDAR, gedung ini jelas masih teringat karena ketika saya dulu kalau ingin beli peralatan pancing untuk kemudian berjalan menuju ke tempat renang PISANGAN, saya tentu akan melewati jalan Majapahit dan menemukan gedung ini paling menyolok diantara sederetan gedung-gedung yang ada di jalan itu.
Selain itu pula saya juga akan selalu mengingat bangunan ini yang menjadi salah satu pratanda keberadaan alon-alon kota Magelang, yaitu patung Pangeran Diponegoro.
Patung ini benar-benar mengingatkan saya akan kenangan semasa SMP dulu, sebab saya masih ingat jelas, sewaktu diresmikannya patung ini saya ikut menjadi salah satu peserta yang ikut ambil bagian dalam obade [ menyanyi secara massal] oleh SMP kanisius Pendowo.

Tentu yang ak kalah pentingnya adalah bangunan yang ada dipojok sebelah barat area alon-alon ini, bangunan tua yang masih berdiri kokoh dan berfungsi ini, Water Tower, sebuah bangunan peninggalan Jaman Belanda yang sampai kini beradaannya sangat dibutuhkan bagi kebutuhan air minum masyarakat kota Magelang, karena dari sinilah air minum yang ada didistribusikan dari tempat ini.
Dan yang sangat-sangat masih sangat teringat dengan jelas kenangan memorabilia saya adalah jalan Pajajaran, jalan ini saya mengenalnya dengan jalan Kemirikerep.
Jalan ini dulu dekat dengan tempat tinggal saya yang lama, dimana jalan ini merupakan jalan utama saya jika kemana-mana, dan dari tempat yang tak jauh dari ini, disalah satu rumah yang ada di sekitar jalan ini aku dilahirkan.
Sungguh mengingat seluruh kenangan yang ada tidaklah cukup dapat mengobati rasa kangen saya akan kota kelahiranku.
Saya hanya berharap semoga tulisan kecil ini dapat menjadikan pengobat rindu, rindu pada tanah leluhur dan rindu pada semua memory yang tertinggal di Magelang.

Tiga bangunan tua di Tegalsari

1.04.2010

Sering melewati jalur ini antara Tegalsari dan Jl. Tunjungan dan setiap kali melewati tidak pernah terlintas kalau di jalan ini terdapat beberapa banguna kuno yang menarik saya.
Namun ketika kemarin saya melalui jalan ini, tanpa sengaja mata saya tertuju pada sebuah bangunan yang menurut hemat saya termasuk bangunan tua.
Menilik bentuknya saya yakin ini adalah bangunan tua yang dalam keadaan rusak, tapi kami merasa lega sebab ketika saya dalam kesempatan lain, beberapa hari setelahnya dalam rangka meomotret bangunan ini saya melihat bahwa bangunan ini dalam tahan dibenahi.
Bangunan yang sempat saya abadikan ini adalah bangunan tua yang berada di Jl. Tegalsari No. 50.




















Dalam kesempatan itu pula, ketika saya memotret rumah ini tanpa sengaja saya juga  bisa melihat beberapa bangunan yang ada di sebelahnya, saya menganggap juga masih merupakan bangunan kuno namun bentuknya berbeda dengan bangunan yang sudah saya saksikan sebelumnya, Bangunan ini juga tererletak di Jl. Tegalsari No. 46.




Bangunan yang di No. 46 ini kelihatan meskipun tergolong tua, tapi menurut saya mungkin umurnya belum sebegitu tua, dibanding dengan bangunan yang sudah saya foto sebelumnya [ JL. Tegalsari No. 50 ] namun bangunan ini masih terlihat terawat baik dan bersih, mungkin karena bangunan ini masih penghuninya.





Sebetulnya masih ada bangunan satu lagi yang saat itu sempat saya foto, yaitu bangunan yang ada di Jl. Tegalsari No. 52, bangunan ini malah terkesan masih bersih dan terawat dengan baik, bahkan terkesan sangat cantik dibanding dengan bangunan-bangunan sebelumnya yang saya foto. Bangunan ini menilik bentuknya masih sama bahkan mungkin seangkatan dengan bangunan yang ada di sebelahnya No. 50.
Itulah tiga banguna nyang hari situ sempat saya tengok ketika kami jelajah kota bersama si Non, semoga jelajah kali ini akan bermanfaat dan tentunya menjadi pengobat rindu saya akan keberadaan bangunan-bangunan tua dimana saja, ketika kami jelajah kota.